"Apakah pantas seseorang itu dikatakan berakal, jika dia menjual Surga dengan syahwat yang sesaat?"

Social Icons

"Demi Allah! Eksistensi seorang Pemuda ditentukan oleh Ilmu dan Taqwanya, jika dua hal ini tidak ada, maka sejatinya dia bukanlah pemuda!"
Al-Imam Asy-Syafi'i -rahimahullah-

Pages

Friday, 7 March 2014

Utsman bin 'Affan Radhiallahu 'anhu



بسـم اللـه الرحمن الرحيـم
Pemilik dua cahaya, itulah julukan bagi sahabat Rasul yang satu ini. Beliau adalah Abu Amr Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Menikah dengan dua putri Rasulullah s, pertama dengan Ruqayyah g dan kedua Ummu Kultsum g. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah s pada Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab.
Beliau d juga salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau juga termasuk anggota dewan syura dan khalifah ketiga almahdiyyin yang harus kita ikuti.
Disebutkan dalam sejarah bahwa semasa jahiliyyah, Utsman bin Affan termasuk orang yang paling mulia di antara kaumnya. Beliau memiliki sifat malu yang luar biasa, kata-katanya jernih, indah dan enak didengar. Kaumnya sangat mencintai dan menghormati  beliau, dan tidak pernah tunduk (sujud) kepada berhala sekalipun, tidak pernah melakukan fahisyah sedikitpun, beliau juga tidak meminum khamar di zaman jahiliyyah.[1] Beliau juga dikenal dengan kelembutan dan kedermawanannya.
Utsman bin Affan dmasuk Islam melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiqd. Beliau adalah orang pertama yang hijrah ke negeri Habasyah (Ethiopia) bersama istrinya Ruqayyah binti Rasulullah g, kemudian kembali ke Makkah dan hijrah ke Madinah. Beliau tidak dapat ikut serta pada perang Badar karena sibuk mengurusi putri Rasulullah s (istri beliau) yang sedang sakit. Jadi beliau hanya tinggal di Madinah. Rasulullah memberikan bagian dari harta rampasan dan pahala perang tersebut kepada beliau dan beliau dianggap ikut serta dalam peperangan. Ketika istri beliau meninggal, Rasulullah s menikahkannya dengan adik istrinya yang bernama Ummu Kultsum g yang pada akhirnya juga meninggal ketika masih menjadi istri beliau. Rasulullah s bersabda: “Seandainya aku mempunyai putri lagi, sungguh akan kunikahkan dengan Utsman”. Beliau ikut serta dalam peperang Uhud, Khandaq, perjanjian Hudaibiyah yang pada waktu itu Rasulullah s membai’atkan untuk Utsman dengan tangan beliau sendiri. Utsman bin Affan d juga ikut serta dalam perang Khaibar, Tabuk, dan juga pernah memberikan untuk pasukan ‘usrah sebanyak tiga ratus ekor unta dengan segala perlengkapannya.
Dari Abdurrahman bin Samurahd, bahwa pada suatu hari Utsman bin Affand datang membawa seribu dinar dan meletakkannya di kamar Rasulullah, Rasulullah s bersabda, “Tidak ada dosa lagi bagi Utsman setelah ia melakukan ini (diucapkan dua kali).” (HR. Ahmad, at-Tarmidzi)[2]
Jika Umar bin Khaththabd ditakuti oleh syaitan, maka Utsman bin ‘Affand lain lagi, malaikat malu kepadanya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits,
Hidup beliau tidak terlepas dari fitnah, terlebih saat akhir hayat beliau. Hal ini sudah pernah diingatkan oleh Rasulullah s kepadanya, bahwa beliau akan mendapatkan fitnah. Namun, bagaimanapun kerasnya fitnah pada saat itu, beliau tetap di atas kebenaran.
Imam Ahmad berkata, “Affan telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Wuhaib telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Musa bin ‘utbah telah mengatakan kepadaku bahwa ia masuk ke dalam rumah dan Utsman sedang terkepung di dalamnya. Beliau mendengar Abu Hurairah yang meminta izin untuk bicara maka beliau mengizinkannya. Ia berdiri seraya memuji Allah Ta’ala lantas berkata, “Aku mendengar Rasulullah s bersabda,
Khot
‘Sesungguhnya kalian akan menemui fitnah dan perselisihan setelahku nanti –atau beliau berkata perselisihan dan fitnah- salah seorang bertanya, “Siapa yang harus kami ikuti ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ikutilah al-Amin ini dan para sahabatnya.” Sambil menunjuk kepada Utsman.[3]
***
Oleh : Ibnu Surapati



[1] Mausu’ah As-Siyar : Utsman ibn ‘Affan Radhiallahu ‘anhu. (Dar Ibn Katsir : Beirut). Hal. 402.
[2] Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin, Ibnu Katsir. (Darul Haq: Jakarta). 2004. Hal. 321.
[3] Al-Musnad, 2/345.

No comments:

Post a Comment