"Apakah pantas seseorang itu dikatakan berakal, jika dia menjual Surga dengan syahwat yang sesaat?"

Social Icons

"Demi Allah! Eksistensi seorang Pemuda ditentukan oleh Ilmu dan Taqwanya, jika dua hal ini tidak ada, maka sejatinya dia bukanlah pemuda!"
Al-Imam Asy-Syafi'i -rahimahullah-

Pages

Saturday, 29 March 2014

Puisi Untuk Sahabatku


Puisi untuk sahabatku
Coretan : Ibnu Surapati
12 Juli 2010

Kadang luka kadang suka
Aku senang melihat kamu semua bahagia
Kebersamaan membuat aku sadar
Persahabatan adalah berbagi
Persahabatan bukanlah ikan teri
Dan aku mengerti 
Sahabat yang berbagi itu adalah 'kita'
ya.. 'kita'
Bukan 'dia' , 'kamu' , atau 'saya'
Tetapi kebersamaan sahabat itu adalah kita.

Saturday, 15 March 2014

ADAB UKHUWAH DALAM ISLAM (2)



Ikhwati fillah, setelah kita membahas tentang adab ukhuwah pada episode yang lalu, rasanya belum terlalu lengkap. Un tuk itu, demi memperkuat ukhuwah kita (khususnya di Ma’had ini) penulis memandang perlu untuk melanjutkan tema ini.
9.    Tidak mengambil milik saudaranya kecuali atas ridha dan izinnya
Kepemilikan merupakan suatu hal yang sangat dijaga dalam Islam. Dalam sebuah hadits Rasulullah s bersabda, : “Diharamkan bagi seorang muslim atas muslim yang lainnya: darahnya, hartanya dan harga dirinya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Umamah al-Haritsi Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mengambil hak milik seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mengharuskan dirinya masuk neraka dan mengharamkan baginya surga." Ada seseorang bertanya: Walaupun sedikit, wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: "Walaupun sepotong dahan pohon arak." (HR. Muslim)
10.  Mendo’akan kebaikan untuknya
Cinta dalam keimanan menjadi salah satu indikasi benarnya iman. Cinta pada Allah, Rasul-Nya dan kaum mu’minin. Salah satu bentuk cinta kita terhadap saudara seiman adalah mendo’akan kebaikan untuknya, meskipun dia tidak di sisi kita. Bahkan ini lebih baik, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits.
“Do’a seorang muslim untuk saudaranya yang tidak hadir dikabulkan oleh Allah.” (HR. Ahmad)
11.  Saling tolong menolong dalam kebaikan
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Ma’idah : 2)

Dalam sebuah riwayat Rasulullah s bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seumpama bangunan saling mengokohkan satu dengan yang lain. (Kemudian Rasulullah Saw merapatkan jari-jari tangan beliau).(Mutafaq'alaih)

12.  Menasihatinya ketika dia meminta nasihat
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)". (HR. Muslim)
(Seorang itu tak dikatakan mengetahui (‘alim) sampai dia mengamalkan ilmunya)                                                                                                                      Bersambung ...

ADAB PERSAUDARAAN DALAM ISLAM



Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Permisalan mereka dalam bersaudara adalah seperti satu tubuh, yang bila satu anggotanya sakit, maka seluruh tubuh akan demam.[1] Atau seperti suatu bangunan yang tersusun dari berbagai elemen, saling menguatkan satu sama lain.[2] Ketika berhubungan antar sesama saudara, tentu ada hal-hal yang harus diperhatikan dengan serius. Islam pun telah meletakkan adab-adab khusus seputar ukhuwah. Berikut ini akan disebutkan sebagian adab-adab ukhuwah.
Ingat! Ukhuwah kita dibangun di atas pondasi iman dan taqwa. Jika ada ukhuwah yang dibangun di atas selain ini, maka tunggulah kehancurannya.
1.    Saling memberi salam
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia mengundangmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)". (HR. Muslim)

2.    Mencintai karena Allah
Tali hubungan keimanan yang paling kuat ialah cinta karena Allah dan benci karena Allah.(HR. Ath-Thabrani)
Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(Shahih Muslim No.64)

3.    Memanggilnya dengan panggilan yang ia sukai

4.    Tidak mencela dan mengucilkan ia
Apabila berkumpul tiga orang janganlah yang dua orang berbisik-bisik (bicara rahasia) dan meninggalkan orang yang ketiga (karena hal tersebut akan menimbulkan kesedihan dan perasaan tidak enak baginya).(HR. Bukhari)
Cukup jahat orang yang menghina saudaranya.(HR. Muslim)

5.    Tidak membicarakan aib-aib saudara
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat [49] : 11-12)
Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.(HR. Muslim)
6.    Saling memaafkan dan tidak mendengki
Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi (memutuskan hubungan) dengan saudaranya melebihi tiga malam. Hendaklah mereka bertemu untuk berdialog mengemukakan isi hati dan yang terbaik ialah yang pertama memberi salam (menyapa).(HR. Bukhari)

7.    Menjaga kehormatannya meskipun dia tiada
Barangsiapa membela (nama baik dan kehormatan) saudaranya tanpa kehadirannya maka Allah akan membelanya di dunia dan di akhirat.(HR. Al-Baihaqi)
Apabila kawan muslim seseorang digunjing dan dia tidak menyanggah (membelanya) padahal sebenarnya dia mampu membelanya maka Allah akan merendahkannya di dunia dan di akhirat.(HR. Al Baghowi dan Ibnu Babawih)

8.    Saling menolong dan menasihati dalam kebaikan
Tiga perbuatan yang termasuk sangat baik, yaitu berzikir kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi, saling menyadarkan (menasihati) satu sama lain, dan menyantuni saudara-saudaranya (yang memerlukan).(HR. Ad-Dailami)



[1] Shahih Muslim No.4685, dari Nu’man bin Basyir r.a.
[2] Shahih Muslim No. 4684, dari Abu Musa r.a.

Ali bin Abi Thalib Radhiallahu 'Anhu



بسـم اللـه الرحمن الرحيـم
Pemuda yang cerdas, gagah lagi berani. Pemilik Zulfiqar : pedang bermata dua. Mendapat kemuliaan sebagai ash-shabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama masuk Islam), beliau tercatat sebagai pemeluk Islam pertama dari kalangan anak-anak, yaitu pada umur tujuh tahun (ada yang mengatakan delapan, dan adapula yang mengatakan sepuluh tahun). Nama lengkapnya Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah Abul Hasan dan Husein.
Shahabat yang satu ini mendapat kemuliaan sebagai pendamping Rasulullah s juga sebagai sepupu dan menantunya. Semasa kecil, beliau diasuh oleh Rasulullah s, sementara saudaranya , Ja’far bin Abi Thalib d, diasuh oleh Abbas bin Abdul Muththalib d.
Ali bin Abi Thalib d termasuk salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga dan salah seorang dari enam ali syura. Beliau termasuk sahabat yang Rasulullah s wafat dalam keadaan ridha kepadanya. Beliau adalah khalifah rasyid yang keempat.
Ketika Abu Bakar d wafat lalu Umar d memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar kepadanya, Ali bin Abi Thalib d termasuk salah seorang sahabat yang membai’at Umar. Ali d selalu bersama Umar d dan memberikan masukan positif kepadanya. Disebutkan bahwa Umar memintanya menjadi qadhi (hakim) pada masa kekhalifahannya. Beliau menyertai Umar bersama para tokoh dari kalangan sahabat ke negeri Syam dan menghadiri khutbah Umar d di al-Jabiyah.
Ketika Umar d ditikam dan beliau menyerahkan urusan musyawarah kepada enam orang sahabat, salah seorang di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib d. Lalu mereka menetapkan dua orang calon, yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman d terpilih menjadi khalifah. Namun begitu, Ali d tetap mendengar dan taat kepada Utsman d.
Beliau termasuk salah seorang sahabat yang ikut serta dalam perang Badar, yang mana Rasulullah s pernah berkata kepada Umar,
و ما يدريك لعل الله اطلع على أهل بدر فقال اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم
“Tahukah kamu, sesungguhnya Allah telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh para peserta perang Badar. Allah mengatakan, ‘Lakukanlah sesukamu sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu’.”[1]
Ali d juga ikut dalam Bai’atur Ridhwan. Allah Ta’ala berfirman,
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (Al-Fath: 18)
Setelah pintu fitnah roboh (yaitu kematian Umar bin al-Khaththab d), banyak keributan dan fitnah yang terjadi. Di antara fitnah terbesar setelah kematian Utsman d adalah perselisihan Ali dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan dengan ummul mu’minin ‘Aisyah g. Ada juga fitnah Khawarij, mereka yang ghuluw dalam agama sehingga mereka menjadi sesat. Sikap seorang mu’min terhadap perselisihan ini, dengan tidak mencela seorangpun di antara sahabat. Karena mereka adalah adil, dan Allah sudah memilih mereka untuk menemani Rasul-Nya. Tidak pantas jika kita membicarakan perselisihan di antara mereka, kemudian mencelanya. Wallahu a’lam.
Waki’[2] meriwayatkan dari Amru bin Munabbih dari Aufa bin Dalham dari Ali bin Abi Thalib d bahwa beliau berkata, “Tuntutlah ilmu niscaya kamu akan dikenal karenya. Amalkanlah ilmu niscaya kamu akan menjadi ahlinya. Sebab akan datang satu zaman suatu saat nanti yang mana sembilan puluh persen dari kebenaran akan diingkari. Tidak akan selamat darinya kecuali setiap nuwamah[3] yang memberantas penyakit.merekalah imam di atas hidayah dan lentera ilmu, bukan orang yang sembrono dan madzayi’ budzur[4].”
Beliau wafat karena ditikam oleh musuh Allah, al-Fasiq Ibnu Muljam. Akhirnya beliau kembali kepada Rabb-nya. Semoga Allah meridhai para sahabat nabi yang telah menyampaikan risalah Islam ini kepada kita. Aamiin.
***
Oleh : Ibnu Surapati
Dengan referensi utama :kitab Tahdzib al-Bidayah wan Nihayah (Masa Khulafaur Rasyidin) karangan al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (w. 774 H) disusun oleh Dr. Muhammad bin Shamil as-Sulami.


[1] Muttafaqun ‘Alaih
[2] Tarikh Dimasyq, 12/380-381 dari jalur Waki’.
[3] Nuwamah maksudnya adalah orang-orang yang menahan diri pada saat terjadi fitnah (pertumpahan darah), ia tidak melibatkan diri sedikitpun. Silahkan lihat Lisanul Arab.
[4] Madzayi’ artinya orang yang suka menyiarkan berita. Budzur artinya orang yang suka membuka rahasia dan tidak dapat menyembunyikannya.

Friday, 7 March 2014

Utsman bin 'Affan Radhiallahu 'anhu



بسـم اللـه الرحمن الرحيـم
Pemilik dua cahaya, itulah julukan bagi sahabat Rasul yang satu ini. Beliau adalah Abu Amr Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abd Manaf bin Qushai. Menikah dengan dua putri Rasulullah s, pertama dengan Ruqayyah g dan kedua Ummu Kultsum g. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah s pada Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab.
Beliau d juga salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau juga termasuk anggota dewan syura dan khalifah ketiga almahdiyyin yang harus kita ikuti.
Disebutkan dalam sejarah bahwa semasa jahiliyyah, Utsman bin Affan termasuk orang yang paling mulia di antara kaumnya. Beliau memiliki sifat malu yang luar biasa, kata-katanya jernih, indah dan enak didengar. Kaumnya sangat mencintai dan menghormati  beliau, dan tidak pernah tunduk (sujud) kepada berhala sekalipun, tidak pernah melakukan fahisyah sedikitpun, beliau juga tidak meminum khamar di zaman jahiliyyah.[1] Beliau juga dikenal dengan kelembutan dan kedermawanannya.
Utsman bin Affan dmasuk Islam melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiqd. Beliau adalah orang pertama yang hijrah ke negeri Habasyah (Ethiopia) bersama istrinya Ruqayyah binti Rasulullah g, kemudian kembali ke Makkah dan hijrah ke Madinah. Beliau tidak dapat ikut serta pada perang Badar karena sibuk mengurusi putri Rasulullah s (istri beliau) yang sedang sakit. Jadi beliau hanya tinggal di Madinah. Rasulullah memberikan bagian dari harta rampasan dan pahala perang tersebut kepada beliau dan beliau dianggap ikut serta dalam peperangan. Ketika istri beliau meninggal, Rasulullah s menikahkannya dengan adik istrinya yang bernama Ummu Kultsum g yang pada akhirnya juga meninggal ketika masih menjadi istri beliau. Rasulullah s bersabda: “Seandainya aku mempunyai putri lagi, sungguh akan kunikahkan dengan Utsman”. Beliau ikut serta dalam peperang Uhud, Khandaq, perjanjian Hudaibiyah yang pada waktu itu Rasulullah s membai’atkan untuk Utsman dengan tangan beliau sendiri. Utsman bin Affan d juga ikut serta dalam perang Khaibar, Tabuk, dan juga pernah memberikan untuk pasukan ‘usrah sebanyak tiga ratus ekor unta dengan segala perlengkapannya.
Dari Abdurrahman bin Samurahd, bahwa pada suatu hari Utsman bin Affand datang membawa seribu dinar dan meletakkannya di kamar Rasulullah, Rasulullah s bersabda, “Tidak ada dosa lagi bagi Utsman setelah ia melakukan ini (diucapkan dua kali).” (HR. Ahmad, at-Tarmidzi)[2]
Jika Umar bin Khaththabd ditakuti oleh syaitan, maka Utsman bin ‘Affand lain lagi, malaikat malu kepadanya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits,
Hidup beliau tidak terlepas dari fitnah, terlebih saat akhir hayat beliau. Hal ini sudah pernah diingatkan oleh Rasulullah s kepadanya, bahwa beliau akan mendapatkan fitnah. Namun, bagaimanapun kerasnya fitnah pada saat itu, beliau tetap di atas kebenaran.
Imam Ahmad berkata, “Affan telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Wuhaib telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Musa bin ‘utbah telah mengatakan kepadaku bahwa ia masuk ke dalam rumah dan Utsman sedang terkepung di dalamnya. Beliau mendengar Abu Hurairah yang meminta izin untuk bicara maka beliau mengizinkannya. Ia berdiri seraya memuji Allah Ta’ala lantas berkata, “Aku mendengar Rasulullah s bersabda,
Khot
‘Sesungguhnya kalian akan menemui fitnah dan perselisihan setelahku nanti –atau beliau berkata perselisihan dan fitnah- salah seorang bertanya, “Siapa yang harus kami ikuti ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ikutilah al-Amin ini dan para sahabatnya.” Sambil menunjuk kepada Utsman.[3]
***
Oleh : Ibnu Surapati



[1] Mausu’ah As-Siyar : Utsman ibn ‘Affan Radhiallahu ‘anhu. (Dar Ibn Katsir : Beirut). Hal. 402.
[2] Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin, Ibnu Katsir. (Darul Haq: Jakarta). 2004. Hal. 321.
[3] Al-Musnad, 2/345.